Profil Desa Tuksongo
Ketahui informasi secara rinci Desa Tuksongo mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Desa Tuksongo di Borobudur, Magelang, memadukan legenda sembilan mata air warisan Wali Songo dengan fasilitas pariwisata modern. Didukung Balkondes premium dari Telkom, desa agraris ini menjelma menjadi destinasi wisata digital dan budaya yang unggul.
-
Legenda dan Sejarah yang Kuat
Nama Tuksongo berarti "Sembilan Mata Air", berakar dari legenda Sunan Kalijaga yang menciptakan sumber air untuk para pembangun Candi Borobudur, memberikan desa ini identitas sejarah dan spiritual yang unik.
-
Infrastruktur Wisata Kelas Atas
Kehadiran Balkondes Tuksongo yang dibangun oleh PT Telkom Indonesia menyediakan fasilitas mewah dan berteknologi digital, termasuk home theater dan galeri digital, yang mengangkat standar pariwisata desa.
-
Ekonomi Berbasis Agraris yang Subur
Di luar pariwisata, Tuksongo merupakan desa dengan lahan pertanian yang sangat produktif, menjadi lumbung padi dan komoditas hortikultura yang menopang perekonomian fundamental warganya.
Terletak strategis di jantung kawasan Candi Borobudur, Desa Tuksongo menawarkan lebih dari sekadar pemandangan indah dan keramahan pedesaan. Desa ini merupakan sebuah perpaduan unik antara legenda masa lalu yang mengakar kuat dan visi masa depan yang didukung teknologi digital. Dikenal karena kisah historis "Tuk Songo" atau sembilan mata air peninggalan Wali, desa agraris yang subur ini kini melesat sebagai destinasi wisata premium berkat kehadiran Balai Ekonomi Desa (Balkondes) modern yang menjadi etalase kemajuan di gerbang mahakarya dunia.
Geografi, Wilayah dan Demografi
Desa Tuksongo menempati posisi yang sangat vital dalam konstelasi pariwisata Borobudur. Wilayahnya yang subur membentang di dataran yang relatif datar, menjadikannya salah satu lumbung padi utama di Kecamatan Borobudur. Menurut data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), luas wilayah Desa Tuksongo ialah 2,62 kilometer persegi. Secara administratif, desa ini terdiri dari delapan dusun, yaitu Dusun Tuksongo, Gunden, Gatak, Tlatar, Bleder, Pabelan, Jowahan, dan Kreo.Batas-batas wilayahnya bersinggungan langsung dengan desa-desa penting lainnya. Di sebelah utara, Tuksongo berbatasan dengan Desa Wringinputih dan Desa Borobudur. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Wanurejo, sementara di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Giritengah, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Majaksingi. Lokasinya yang dekat dengan akses utama menuju Candi Borobudur menjadikannya perlintasan strategis bagi wisatawan.Berdasarkan data kependudukan BPS tahun 2022, jumlah penduduk Desa Tuksongo tercatat sebanyak 3.923 jiwa. Komposisi penduduknya terdiri dari 1.970 laki-laki dan 1.953 perempuan. Dengan luas wilayah tersebut, tingkat kepadatan penduduknya mencapai sekitar 1.497 jiwa per kilometer persegi. Mayoritas penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian, sebuah identitas yang telah melekat selama berabad-abad dan terus dipertahankan hingga kini.
Sejarah dan Etimologi Tuk Songo
Kekuatan utama yang membedakan Tuksongo dari desa-desa lain di sekitarnya ialah kekayaan narasi sejarah dan legendanya. Nama "Tuksongo" berasal dari bahasa Jawa, yaitu Tuk yang berarti "mata air" dan Songo yang berarti "sembilan". Nama ini merujuk pada legenda tentang adanya sembilan sumber mata air yang tersebar di wilayah desa.Menurut cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, kemunculan sembilan mata air ini tidak terlepas dari peran Sunan Kalijaga, salah satu anggota Wali Songo. Konon, pada masa pembangunan Candi Borobudur, para pekerja mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Melihat kondisi tersebut, Sunan Kalijaga kemudian menancapkan tongkatnya ke tanah. Atas izin Tuhan, dari bekas tancapan tongkat tersebut memancarlah air yang jernih. Hal ini dilakukannya di sembilan titik berbeda untuk mencukupi kebutuhan air bagi para pekerja dan masyarakat sekitar.Hingga hari ini, beberapa dari mata air (atau umbul) tersebut masih ada dan dimanfaatkan oleh warga untuk kebutuhan irigasi dan sehari-hari. Legenda ini memberikan Tuksongo sebuah identitas spiritual dan historis yang mendalam, menghubungkan keberadaan desa secara langsung dengan sejarah besar pembangunan Candi Borobudur dan penyebaran Islam di tanah Jawa.
Balkondes Tuksongo: Etalase Desa Wisata Modern
Sebagai wujud nyata transformasi desa menuju era pariwisata modern, di Tuksongo berdiri megah Balkondes (Balai Ekonomi Desa) Tuksongo. Dibangun atas dukungan penuh dari BUMN PT Telkom Indonesia, balkondes ini bukan sekadar fasilitas penginapan biasa. Ia dirancang sebagai sebuah pusat keunggulan pariwisata yang memadukan arsitektur tradisional Jawa dengan fasilitas berteknologi tinggi.Kompleks Balkondes Tuksongo memiliki sebuah bangunan utama berupa pendopo Joglo yang luas dan megah, yang berfungsi sebagai ruang pertemuan, restoran, dan panggung pertunjukan seni budaya. Yang membuatnya unik ialah fasilitas pendukungnya, seperti sebuah mini bioskop atau home theater berkapasitas puluhan orang, serta galeri digital yang menampilkan informasi tentang potensi desa dan produk-produk UMKM lokal melalui layar sentuh interaktif.Selain itu, balkondes ini dilengkapi dengan sejumlah unit homestay berdesain premium yang menawarkan kenyamanan setara hotel berbintang, beberapa di antaranya bahkan memiliki kolam renang pribadi. Kehadiran Balkondes Tuksongo secara signifikan telah mengangkat citra Desa Tuksongo, menjadikannya pilihan utama bagi wisatawan yang mencari pengalaman menginap yang mewah, otentik, sekaligus terhubung secara digital di kawasan Borobudur.
Potensi Ekonomi: Pertanian Subur dan Denyut Pariwisata
Perekonomian Desa Tuksongo ditopang oleh dua pilar utama: pertanian dan pariwisata. Sebagai desa agraris, Tuksongo dianugerahi lahan yang sangat subur. Hamparan sawahnya yang hijau menjadi pemandangan dominan di sepanjang desa, menghasilkan padi berkualitas tinggi. Selain padi, para petani di Tuksongo juga aktif menanam komoditas hortikultura bernilai ekonomi tinggi seperti cabai, jagung, dan aneka sayuran. Pertanian tidak hanya menjadi sumber pendapatan utama, tetapi juga menjadi fondasi ketahanan pangan dan identitas masyarakat.Seiring berjalannya waktu, denyut pariwisata mulai menjadi motor penggerak ekonomi baru. Dipelopori oleh keberadaan Balkondes, sektor ini mulai tumbuh dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Peluang-peluang usaha baru bermunculan, mulai dari penyediaan kuliner lokal bagi para tamu, jasa pemandu wisata, hingga penjualan produk kerajinan tangan. Inisiatif dari kelompok pemuda desa (Karang Taruna) yang sesekali membuat taman bunga musiman juga turut meramaikan daya tarik wisata desa. Sinergi antara agrikultur yang mapan dan pariwisata yang sedang bertumbuh menciptakan sebuah model ekonomi desa yang tangguh dan berkelanjutan.
Penutup: Desa Legendaris di Simpang Jalan Modernitas
Desa Tuksongo adalah sebuah bukti bahwa akar sejarah yang kuat dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk menyongsong masa depan. Berbekal legenda sembilan mata air yang sarat makna, desa ini tidak tergerus oleh zaman. Sebaliknya, ia mampu beradaptasi dan memanfaatkan peluang modernitas melalui pengembangan pariwisata digital yang canggih. Tuksongo hari ini bukan hanya sebuah desa agraris yang subur, tetapi juga sebuah destinasi yang menawarkan pengalaman lengkap: dari ketenangan spiritual peninggalan masa lalu hingga kenyamanan premium fasilitas masa kini. Sebagai salah satu gerbang utama menuju Borobudur, Tuksongo siap menyambut dunia dengan kisah dan potensinya yang luar biasa.
